Pointers Isi Dauroh Sesi 1 Syaikh Awadh Karim Utsman Al Aqly tentang Akidah Nasafiyah

Syaikh Awadh Karim Utsman Al aqly Sudan menerangkan kitab Al Aqidah An Nasafiyah, yaitu kitab yang sebenarnya tidak bisa diterangkan secara detail. Karena kitab ini membutuhkan waktu yang panjang untuk mengkajinya, termasuk juga keterangan didalamnya yang membutuhkan waktu yang panjang.

Kitab Al Aqidah An Nasafiyah ini merupakan salah satu kita induk dari pada aliran Aqidah Maturidiyah yang biasanya diajarkan oleh para dosen-dosen di kampus-kampus besar seperti Al Azhar. Dan membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan, minimal 1 semester bahkan 1 tahun.

Akan tetapi dengan keberadaan beliau Syaikh Awadh Karim Utsman Al aqly Sudan, pada kesempatan ini tidaklah lama, kita berniat untuk bertabaruk dan mengambil berkah dari kitab ini, agar aqidah kita terselamatkan dari apa itu yang dinamakan pemikiran pemikiran di luar Ahlussunah Waljamaah.

Pada kesempatan malam ini kita akan membacakan salah satu kitab yang dikarang oleh Abu Hafs bin Muhammad bin Muhammad Nasafi, yaitu kitab Aqidah An Nasafiyah. Beliau Imam Abu Hafs Nasafi merupakan ulama bermazhab Hanafi, beliau termasuk ulama yang hidup pada masa 8 Hijriyah.

Beliau juga penganut paham Al maturidiyah, sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa Ahlussunah Waljamaah menganut 2 madzhab didalam aqidah, yaitu madzhab abu Ahmad Al Asyari dan madzhab Abu Mansyur Al Maturidi.

Apabila kita semua ingin selamat mengikuti madzhab Ahlussunah Waljamaah, maka kita harus memilih dari salah satu keduanya, jika kita tidak memilih salah satu dari keduanya, ini ada kalanya aqidah kita muwaffiq yaitu sesuai dengan Ahlussunah Waljamaah atau tidak sesuai Ahlussunah Waljamaah, yang berarti kita semua adalah ahli bidah.

Didalam kitab ini akan dibahas bagaimana kita bisa melihat perbedaan aqidah asyary, dengan perbedaan yang ada di dalam aqidah maturidi.

Kemudian kita akan membaca kitab ini sesuai dengan riwayat, agar kita mendapatkan ijazah dari syekh Syekh Awadh Karim Utsman Al aqly Sudan, kemudian apabila ada kalimat yang perlu kita jelaskan maka kita akan berikan komentar dengan ringan. hal tersebut kita ambil karena sebenarnya kitab ini membutuhkan penjelasan yang detail, sehingga para santri selain mendapatkan ijazah, juga mendapatkan gambaran secara utuh tentang aqidah.

Tujuan pada pembacaan kitab ini adalah ijazah. Maka sebagaimana tradisi beliau didalam menyampaikan ijazah harus menyampaikan yaitu yang dinamakan dengan Al hadist musalsabil awaliyah, yaitu hadis pertama yang kita terima dari seorang guru yang sambung sanadnya hingga kepada Rasulullah SAW.

Pada kesempatan ini mengawali pembacaan kitab Al Aqidah An Nasafiyah, Syaikh Awadh menyampaikan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Sayyidni Abdillah Ibni Umar Ibni ash, yang dalam hadis tersebut bersabda “Bahwa orang orang yang menebarkan kasih sayang maka ia akan di cintai oleh Allah SWT, Oleh sebab itu sampaikanlah kasih sayang kepada penduduk bumi maka penduduk langit akan memberikan kasih sayang”.

Setelah Syaikh Awadh membaca beberapa mathan dalam kitab Al Aqidah An Nasafiyah ini, beliau menjelaskan bahwa imam Nasafi (pengarang kitab) pada awal-awal dari kitabnya, beliau sebenarnya dalam rangka menolak pemikiran dari kaum filosofi Yunani yang mengatakan atau meragukan wujud dari pada alam.

Jika wujud alam ini sudah diragukan keberadaanya, yang bahkan kita sudah ketahui adanya alam ini adalah tanda terbesar, tanda utama dari wujudnya sang pencipta.

Mereka mengatakan bahwa alam ini sebenarnya wujudnya ini tidak ada, alam ini sebenarnya ini diragukan, sedangkan kita aqidah Ahlussunah Waljamaah ingin mengatakan bahwa alam ini wujudnya karna ada pencipta. Sebab apabila tidak ada pencipta maka tidak ada ciptaan, maka apabila tidak ada sang pencipta maka tidak mungkin adanya alam.

Kenapa mereka meragukan wujudnya alam? karena sebenarnya mereka menginginkan adanya keraguan akan adanya sang pencipta. Itulah sebabnya imam Nasafi pada awalnya itu adalah untuk menghilangkan keraguan pada kaum sufi.

Kemudian beliau imam Nasafi menerangkan sebab-sebab ilmu bagi makhluk, yaitu bagi kita semuanya bagaimana mendapatkan ilmu Yaqin. Didalam kitab diterangkan, terdapat 3 sebab ilmu Yaqin yang pertama Al hawwaz, yaitu adanya ilmu yang bersumber dari panca Indra, sebagaimana kita ketahui bahwa panca Indra ini ada 5 yaitu Indra pendengar, penglihatan, perasa, peraba, dan pencium.

Perasa, peraba, penglihat, pencium, dan pendengar, itu semua menjadi sumber dari pada ilmu yakin bagi makhluk. Karena dari apa yang kita raba kita akan mngetahui apa yang melekat pada kita, Dari apa yang kita dengar maka kita akan mengetahui sumber suara tersebut, dari apa yang kita lihat, kita tahu apa yang kita lihat. Karena barangkali ada sesuatu ada yang bisa kita rasakan tapi tidak bisa kita lihat, ada yang bisa kita dengar tapi tidak bisa kita rasakan, ada yang bisa kita rasakan tidak bisa kita lihat.

Kemudian sebab yang kedua Khobar as Shadiq yaitu Khabar yang benar, beliau menjelaskan Khobar yang benar ada 2 macam, yang pertama Khobar murawatir yang ke 2 Khobar Ahad. Pengertian dari pada Khobar mutawatir adakah Khobar yang mana diriwayatkan dari 1 kelompok yang tidak mungkin ada kebohongan. kemudian dikatakan Khobar murawatir adakah Khobar yang terus bersambung dari 1 jamaah ke jamaah berikutnya, hingga sampai kepada sang ukhbir yaitu pemberi kabar yaitu nabi Muhammad Saw. Sehingga Khobar ini menjadi sebab ilmu Yaqin bagi seorang makhluk, menjadi sumber utama dan ini tidak bisa ditolak.

Yang kedua adalah Khobar Ahad. Khobar Ahad ini adakalanya diriwayatkan dari 1 jamaah kemudian diatasnya tidak diriwayatkan lebih dari jama’ah, akan tetapi kita hanya bisa mengambil hikmah yaitu dengan mengamalkannya, dan memberikan prasangka yang unggul, bahwa perkataan tersebut benar dikatakan. Memang secara riwayat, Khobar Ahad ini lemah akan tetapi barangkali perkataan itu selama tidak melanggar dari pada mutawattir maka kita harus mengambil prasangka tersebut. Nah ini keduanya menjadi sebab ilmu Yaqin kita, menjadi sumber utamanya.

Yang ketiga adalah akal, akal ini bisa mejadikan kita yakin terhadap hal hal yang memang sudah tetap dan tidak membutuhkan penjelasan sebagaimana yang sudah kita ketahui apabila ada 2 perkara yang berjodoh, maka memanglah perkara 2 itu berjodoh, dan sudah ditakdirkan berjodoh. Apabila ada perkara yang 1, maka perkara 1 adalah Farid (sendirian). Itu tidak bisa dilihat kalo 2 berarti 2 kalo1 berarti 1. Begitu pula akal kita secara pasti, tidak memerlukan penjelasan apabila ada keterangan bahwa jus ini lebih besar atau lebih kecil dari sesuatu, ini sudah tidak bisa kita tolak artinya secara akal pasti kita terima.

Kemudian disebutkan disini bahwa Ilham bukan termasuk sebab-sebab dari pada ma’rifat, bukan sebab dari pada ilmu Yaqin menurut ahli Haq. Dikatakan bahwa Ilham tidak bisa kita jadikan patokan, Ilham ini merupakan bisikan-bisikan yang tidak bisa dijadikan patokan adalah kasful ulama. Apabila ada ulama yang memiliki kasaf dianugerahi oleh Allah SWT ini tidak bisa dijadikan patokan menurut ahli Haq, termasuk apabila kita mendapati mimpi.

Mimpi ketika kita tidur didalam tidur didalam mimpi tersebut kita mendapatkan suatu ajaran bisikan atau apapun, maka mimpi tersebut tidak bisa menjadikan patokan, sebab bahwa kita harus menyakini mimpi tersebut. Maka dijelaskan disini bahwa sebab dari pada ilmu Yaqin pengetahuan yang harus kita yakini medianya hanya 3 yang pertama adalah panca Indra, kedua adalah Khabar yang benar, yang ketiga adalah akal. Kalau tidak melewati 3 ini maka batallah semua keyakinan kita.

Kenapa kemudian kita ketahui bahwa imam Nasafi setelah melakukan penolakan terhadap pemikiran-pemikiran kaum sufis kemudian beliau berbicara tentang soal sebab sebab ilmu Yaqin, karena perlu diketahuu kita bersama bahwa aqidah ini tidak bisa kita pahami atau kita ikat dengan sesuatu yang sifatnya ini hanya kecondongan berfikir.

Tapi akidah ini bisa kuat apabila kita mendapatkan satu keyakinan apabila kita ini mantap didalam hati kita, oleh karena itu imam Nasafi setelah melakukan penolakan terhadap pemikiran kaum Sufis beliau kemudian menerangkan bagaimana yakin ini bisa terjadi yaitu dengan sebab 3 hal, panca Indra, Khobar yang benar, akal.

Dari ketiga ini maka tidak mungkin aqidah ini bisa benar tidak mungkin aqidah ini bisa sempurna tanpa adanya kebenaran dari Al khowwas, sebagaimana yang telah diajarkan para nabi-nabi melalui lisan mereka penglihatan mereka pendengaran, serta tangan mereka.

kemudian khobar yang benar sebagai mana Khobar ini sudah mutawattir yang sudah kita terima yang masuk dengan akal tidak mungkin kita ini digoyahkan dengan sesuatu yang tidak bisa kita terima dengan akal kita.

Kemudian imam Nasafi menerangkan pengertian tentang alam.
Apakah itu alam? Alam adalah segala sesuatu yang selain Allah dan alam ini wujud yang menciptakan adalah Allah SWT.

Alam ini terbagi menjadi 2, yaitu a’yan dan a’radh. A’yan ini adalah jisim, jisim ini suatu yang tersusun. Jisim ini membutuhkan tempat dan membutuhkan zaman. Sedangkan A’radh ini adalah sifat daripada jisim, termasuk warna termasuk bentuk, rasa, suara, bau, itu merupakan a’radh. merupakan sifat dari pada jisim.

Karena alam ini ada a’yan dan a’radh maka sebagi penciptanya Allah SWT ini dzatnya tidak mungkin tersusun dari a’yan dan a’radh. Telah dikatakan oleh Allah SWT, laisa kamislihi zaiun. Tidak ada yang menyerupai Allah SWT.

Kemudian kita harus atau wajib menyakini bahwa Allah SWT ini memiliki persifatan sifat sifat yaitu sebagaimana yang sudah kita ketahui Allah memiliki sifat Qodir, Al alim, Al Bashir, juga at taqwin yaitu maha menentukan bentuk.

Yang membedakan kita antara aqidah asyary dan aqidah Al maturidi bahwa didalam aqidah maturidi, Allah memiliki sifat masyiah Ghoirul qudrah tidak sama dengan qudrah sebagaimana kita yang pahami didalam aqidah asy ari. Akan tetapi didalam pemahaman kita asy Ary bahwa masyiah ini termasuk didalamnya adalah Al iradah dan Al qudrah. Dalam aqidah maturidi masyiah ini berbeda, masyiah ini termasuk sifat yang berbeda sendiri yang terlepas daripada sifat qudrah.

Kemudian Allah SWT memiliki persifatan Kalam dimana Kalam Allah bukanlah makhluk. Kalam Allah tidak memiliki huruf tidak memiliki bentuk tidak memiliki suara Karena setiap suatu yang memiliki suara bentuk kemudian yang bisa didengar itu buka Kalam Allah meskipun tersusun di mushaf-mushaf kita.

Jadi Kalam Allah ini bukanlah makhluk, tidak membutuhkan yang bersifat Azaly dan tidak membutuhkan aksara tidak berupa suara karena yang membutuhkan suara adalah makhluk.

Pemahaman dari kaum mutazilah mengatakan bahwa Allah tidak memiliki sifat, sedangkan pemahaman kita mengatakan Allah memiliki sifat.

Muktazilah mengatakan bahwa Qur’an itu makhluk sedangkan kita Ahlussunah Waljamaah bahwa Alquran ini bukan makhluk dan batallah perkataan muktazilah yang mengatakan Qur’an itu makhluk.

Kemudian Al imam an Nasafi didalam pembahasan sifat-sifat Allah wabil khusus tentang sifat Allah qudrah ini berbeda dengan imam asy Ari. Dimana imam asy ari menyakini bahwa qudrah ini memiliki 2 fungsi yaitu i’jad mewujudkan dan i’dam meniadakan.

Tetapi imam maturidi tidak menerima adanya qudrah. Qudrah yang diyakini imam asy Ari menurut imam maturidi adalah sifat taqwin karena sifat taqwin ini juga termasuk didalamnya adalah qudrah termasuk didalamnya adalah i’jad dan i’dam. Oleh karena itu kita tidak mengatakan perbedaan ini perbedaan yang sangat fatal, akan tetapi ini hanya masalah pendekatan pemahaman yang berbeda.