ARTIKEL
Kutipan Khutbah Jum’at oleh Ustadz Yazid Mubarok, S.Pd dengan Judul 4 Karakter Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
Posted by admin
25/10/2023
|
13:04 WIB
Kutipan Khutbah Jum’at oleh Ustadz Yazid Mubarok, S.Pd dengan Judul 4 Karakter Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di Masjid Darunnajah Pondok Pesantren Darul Amanah.
Jum’at, 20 Oktober 2023.
==============================
- Kita sebagai manusia telah mendapatkan mandat dari Allah untuk menjadi pemimpin di muka bumi guna memakmurkan kehidupan diatasnya. Oleh karena itu, setiap individu kita adalah pemimpin, walaupun dengan kapasitas yang berbeda-beda. Ada yang menjadi pemimpin negara, pemimpin daerah, pemimpin organisasai, pemimpin keluarga, atau minimal pemimpin untuk diri kita sendiri.
Lalu pertanyaannya, figur siapa yang harus kita contoh dalam menjalankan tugas kepemimpinan ini? Jawabanya jelas, yaitu figur kepemimpinan baginda nabi, penghulu para rasul Nabi Muhammad S.A.W
- Berkaitan dengan hal ini, Allah telah menjelaskan bagaimana karakter kepemimpinan Rasulullah dalam firmannya surat at-Taubah 128:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS at-Taubah: 128) - Ayat ini menjelaskan empat hal karakter kepemimpinan yang ada pada diri rasul.
- a. Pertama, رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ : rasul dari kaummu sendiri. Allah menurunkan risalah kepada umat manusia melalui sosok mulia yang juga manusia, bukan jin, bukan juga malaikat yang sukar dijangkau. Hal ini mengandung hikmah agar manusia mudah dalam meneladani sosoknya. Nabi Muhammad SAW adalah figur yang sangat dekat dengan umatnya, memahami dan sanggup berkomunikasi secara baik dengan sasaran dakwahnya.
- Sebagaimana manusia lainnya, Rasulullah merasakan apa yang dirasakan makhluk fisik pada umumnya: lapar, haus, butuh istirahat, bisa terluka, kepanasan, dan lain sebagainya. Namun, justru dari sinilah umatnya bisa belajar keteladanan luar biasa tentang kesederhanaan, kesabaran, keikhlasan, kejujuran, kedermawanan, dan sifat-sifat positif lainnya dalam wujud yang sangat nyata. Rasulullah tampil dalam wujud yang manusiawi, juga sekaligus sarat nilai-nilai kemanusiaan.
- b. Kedua, عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ : Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami. Rasulullah memiliki empati yang amat tinggi terhadap penderitaan umatnya. Karenanya, beliau memberi teladan kepemimpinan yang tidak memberatkan. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengaitkan kalimat ‘azîzun ‘alahi mâ ‘anittum dengan hadits: إِنَّ هَذَا الدِّيْنَ يُسْرٌ “Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah kemudahan.”
- Dengan bahasa lain, Rasulullah sama sekali tak menghendaki adanya hal-hal yang menyulitkan umatnya dalam menunaikan ibadah. Sebagai contoh, Shalat tahajud yang Nabi laksanakan tiap malam secara istiqamah di masjid. Begitu tahu sahabat-sahabatnya berbondong-bondong meneladani rutinitasnya, Rasulullah beberapa hari kemudian tak pergi ke masjid. Alasannya, Nabi tak ingin memberi kesan bahwa shalat tahajud wajib sehingga bakal memberatkan umatnya di kemudian hari. Rasulullah juga pernah menegur sahabatnya, Mu’adz, yang membaca bacaan terlalu panjang saat memimpin shalat berjamaah. Nabi menegaskan, seorang imam harus mempertimbangkan makmumnya yang mungkin terdiri dari orang tua dan orang-orang yang mempunyai keperluan.
- c. Ketiga, حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ : sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu. Ibnu Katsir saat menerangkan harîshun ‘alaikum menghubungkannya dengan hidayah dan kemaslahatan bagi umatnya baik di dunia maupun di akhirat. Nabi mendorong umatnya agar memiliki kesadaran ilahiyah dalam setiap hembusan nafas, Nabi juga sangat menginginkan tersingkirnya mudarat dari umatnya baik duniawi maupun ukhrawi.d. Keempat, بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ : penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin. Ayat tersebut menegaskan tentang sifat Nabi yang raûf (welas asih) lagi rahîm (penyayang) kepada umatnya. Rahmat atau kasih sayang tersebut mewujud dalam karakter kepemimpinan Rasulullah yang tidak kasar menghadapi masyarakat. Beliau juga gemar memaafkan dan memohonkan ampun ketika umatnya yang berlaku salah. Seperti yang dituturkan Al-Qur’an:
- فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
- “Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka (QS Ali Imran: 159)
- Demikianlah karakter Nabi Muhammad SAW yang kita yakini sebagai teladan paling ideal bagi umat manusia. Keyakinan ini juga dibenarkan oleh ayat suci bahwa di dalam diri Rasulullah ada contoh yang baik (al-Ahzab: 22). Namun yang menjadi pertanyaan, seberapa besar kesadaran tentang hal itu tertanam kuat dalam masing-masing diri kita lalu mengejawantah dalam kehidupan sehari-hari?
Semoga kita semua mampu menyerap pelajaran dari watak pemimpin agung kita tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.