ARTIKEL
Beografi Imam Hanafi ( KISSDA 12/13 )
( BEOGRAFI )
- 1. Beografi Imam Hanafi
Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al -Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia.
Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri.
Postur tubuhnya ideal. Tutur katanya santun, jelas, dan indah bagai mutiara. Selalu tampil rapi dengan aroma harum yang menyerbak. Penuh kasih sayang, cerdas, berwibawa, baik dalam pergaulan, tidak senang membicarakan hal-hal yang tak berguna.
Begitulah gambaran sosok Imam Hanafi, salah satu imam mazhab dalam dunia Islam. Ia punya garis keturunan Persia, yang berarti satu-satunya imam mazhab yang bukan orang Arab.
Namun, di dalam Islam tidak mengenal perbedaan antara orang Arab dan bukan Arab. Semua imam mazhab berjuang untuk menegakkan ajaran Al-qur’an dan sunah Nabi SAW.
Selain dikenal dengan nama Imam Hanafi, ia juga masyhur disebut Abu Hanifah. Soal nama ini, para ahli sejarah punya beragam pandangan. Ada yang menyatakan, kemasyhuran nama itu karena ia memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah. Sebab itu, ia diberi julukan dengan Abu Hanifah, yang berarti ayah dari si Hanifah.
- 2. Imam Hanafi Seorang Pedagang Minyak
Imam Hanafi lahir pada tahun 80 Hijriah bertepatan dengan 699 Masehi di sebuah kota bernama Kufah. Sejatinya namanya adalah Nu’man bin Tsabit bin Marzaban Al-Farisi, bergelar Al-Imam Al-A’zham. Ketika lahir, pemerintah kekhalifahan Islam dipimpin oleh Abdul Malik bin Marwan, keturunan kelima Bani Umaiyyah. Hanafi hidup dalam keluarga yang saleh. Sudah hafal Al-qur’an sejak masih usia kanak-kanak .
Saat masih kecil, Hanafi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera. Bahkan dia memiliki toko untuk berdagang kain. Menurut riwayat, Imam Hanafi pernah diajak oleh ayahnya, Tsabit,bertemu dengan Ali bin Abi Thalib.
Sebelum Imam Hanafi kembali ke negerinya, Ali bin Abi Thalib berdoa untuknya, “Mudah-mudahan di antara keturunan Tsabit ada yang menjadi orang baik-baik dan berderajat luhur.” Kisah ini juga pernah dituturkan Ismail bin Hamad bin Abu Hanifa, cucu Imam Hanafi.
Doa Ali bin Abi Thalib ternyata terbukti. Dalam perjalanan waktu, Imam Hanafi kemudian menjadi seorang ahli dalam bidang ilmu fikih dan menguasai bebagai bidang ilmu agama lain, seperti ilmu tauhid, ilmu kalam, ilmu hadits, di samping ilmu kesusastraan dan hikmah. Tak sebatas menguasai banyak bidang ilmu, ia juga dikenal dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial keagamaan yang rumit.
Yazid bin Harun berujar, “Saya tidak melihat seorang pun yang lebih cerdas dari Imam Abu Hanifah.”
Kalimat yang hampir sama juga terlontar dari Imam Syafi’i, “Tidak seorang pun mencari ilmu fikih kecuali dari Abu Hanifah. Ucapannya sesuai apa yang datang dari Rasulullah SAW dan apa yang datang dari para sahabat.”
Dengan diturunkanya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW mulailah tarikh tasyri’ Islami. Sumber tasyri’ Islami adalah wahyu (Kitabullah dan Sunnah Rasul). Ayat tasyri’ datang secara berangsur-angsur dan bertahap (tadrij).tadrij ini berhubungan dengan adat-adat bangsa Arab meninggalkan adat-adat yang lama dengan hukum yang baru atau hukum Islam.dan dijadikan prinsip-prinsip umum.
1. Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah: Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’I, beliau lebih dikenal dengan sebutan: Abu Hanifah An Nu’man.
Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fikih beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama tâbi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama ahli pemikiran (Ahlu al-Ra’yi). Maka disebut juga mazhab Ahlu alRa’yi masa tâbi’it tâbi’in.
2. Dasar-dasar Mazhab Hanafi
Abu hanafi adalah seorang ulama cerdas yang terkenal dalam bidang qiyas dan istihsan. Mahzab Abu Hanifah sebagai gambaran yang jelas atas dan nyata tetang samaan hukum-hukum fiqh dalam Islam dengan pandangan-pandangan masyarakat disemua tingkat kehidupan. Beliau dalam mengambil hukum sebuah permasalahan disesuaikan dengan masa itu atau sesuai dengan kebituhan masyarakat. Namun, beliau hukum-hukum beliau tidak menyimpang dari hukum atau ketetapan ajaran agama Islam.
Beliau menggunakan istihsan ketika beliau sudah tidak menemukan lagi nashnya dalam Al-Quran dan Al-Hadist ataupun ijma. Dalam mahzab fiqhnya, beliau menggunakan urutan (level) dalam istimbatnya sebagai berikut;
1. Al-Quran
2. Al-hadist
3. Ijma
4. Qiyas
5. Istihsan.
Abu Hanifah berkata “Aku memberikan hukum berdasarkan Al-Quran, apabila tidak saya jumpai dalam Al-Quran, maka aku mennggunakan hadist rasulullah. dan jika tidak ada dalam keduanya, aku dasarkan pada pendapat para sahabat-sahabatnya aku (berpegang) kepada pendapat siapa saja dari para sahabat dan aku tinggalkan apa saja yang tidak aku sukai dan tetap berpegang kepada satu pendapat saja.”
3. Pandangan Orang-orang Sezaman Terhadapnya
Abdullah bin Al-Mubaraq menerangkan bahwa Abu Hanifah adalah lambang. Seorang dari musuh bertanya: lambang dari kebaikan atau kejahatan? Abdullah menjawab: Engkau diam,Abu Hanifah adalah lambang dari kebaikan dan perantaraan dari kejahatan. Kemudian Abdullah membawakan sebuah hadist
“Kami jadikan anak mariam (Nabi Isa) dan ibunya Mariam sebagai lambang.”
Ibnu Jarir merasa sedih ketika beliau mendengar bahwa Abu Hanifah telah meninggal dunia dan berkata: “Ilmu sudah hilang.”
Dari kejadian-kejadian di atas menandakan bahwa begitu dicintai dan dihormati oleh sahabat-sahabatnya dikarenakan begitu tinggi keilmuannya dan begitu banyak yang telah beliau sumbang sisihkan terhadap perkembangan keilmuan Islam khususnya pada masalah fiqh
Pandangan lain menyebut, karena sejak kecil ia sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang dipelajarinya sehingga ia dianggap seorang yang hanif (sikap yang lurus) pada agama. Ada pula yang menerjemahkan kata “hanifah” berarti tinta dalam bahasa Persia. Ini berkaitan dengan kebiasaan beliau yang selalu membawa tinta ke manapun pergi.
4. Daerah-daerah Penganut Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak), kemudian tersebar ke negara negara Islam bagian timur. Dan sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Mazhab ini juga dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.
- A. Metode Yang Digunakan Dalam Menetapkan Hukum
Pembaharuan hukum Islam terdiri dari dua kata, yaitu “pembaharuan” yang berarti modernisasi, atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau menciptakan suatu yang baru; dan “hukum Islam”, yakni kumpulan atau koleksi daya upaya para fukaha dalm bentuk hasil pemikiran untuk menerapkan syariat berdasarkan kebutuhan masyarakat.dalam hal ini hukum Islam sama dengan fiqh,bukan syariat.
Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah saw yang shahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, saya cari perkataan Sahabat, saya ambil yang saya butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudaian saya tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka saya akan berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”.
Dalam menetapkan suatu hukum, Imam Hanafi menggunakan tujuh metode, yaitu :
- Al- Qur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum.
- Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al- Qu’ran.
- Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
- Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah.
- Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan Nash.
- Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
- ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.
- B. PRODUK BUKU
Imam hanafi sebagai imam madzhab telah menulis dan mengarang berbagai macam buku- buku tentang fiqih. Diantara karya besar yang ditinggalkan oleh Imam Hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al- ‘Alim Walmutan dan Musnad Fiqh Akhbar.