ARTIKEL
Mengenang Sosok Almh. Ibu Hj. Khuzainiyah, Perempuan Murah Senyum dan Gemar Bersedekah
Tanah Kelahiran
Almarhumah Ibu Hj. Khuzainiyah Binti H. Mas’ud Mashud (Lurah Desa Jati Tahun 1945 s/d Tahun 1969) lahir pada tanggal 23 Desember 1936 di Desa Jati Kecamatan Plantungan Kabupaten Kendal. Berdasarkan cerita yang berkembang di kalangan warga Desa Jati, nama Jati diambil berdasarkan sejarah dimana di wilayah ini tepatnya di Dusun Jati RT 004 / RW 003 Desa Jati terdapat pohon Jati yang sangat besar dan mengundang perhatian masyarakat .
Sejak dulu pohon jati tersebut sudah ada dan sampai sekarang pohon Jati tersebut masih tumbuh walaupun pohon induknya sudah mati tetapi masih berdiri tegak dan yang masih tumbuh adalah tunasnya.
Berdasarkan kenyataan itulah warga masyarakat menamakan Desa Jati dan sebagai monumennya adalah pohon Jati. Berdasarkan letak geografisnya, Desa Jati terbagi atas dua wilayah yang meliputi :
- Wilayah Dusun Jati
- Wilayah Dusun Dluwak
Pada mulanya masing masing wilayah dipimpin oleh seorang pemimpin (Lurah) yang kemudian kira-kira tahun 1900 kedua wilayah disatukan ke dalam satu wilayah oleh seorang tokoh yang bernama Mertowijoyo dan kemudian dipilih menjadi Lurah (Sekarang Kepala Desa) dari dua wilayah dengan nama wilayah Desa Jati.
Untuk menghormati keberadaan kedua wilayah Jati dan wilayah Dluwak sebagai catatan sejarah, kedua wilayah awal yang kemudian disatukan tersebut saat ini diabadikan menjadi Dusun yaitu dusun Jati dan Dusun Dluwak. Meskipun nama tersebut ada dua nama wilayah, namun yang digunakan adalah wilayah Jati karena ada pohon Jati yang kokoh sebagai monument abadi dan bukti sejarah keberadaan Desa Jati. Khusus Dusun Dluwak terdapat cerita yang berkembang di masyarakat bahwa kira-kira pada tahun 1947 nama Dluwak diganti dengan nama Dusun Sidomulyo yang menurut cerita pada waktu itu nama Dluwak kurang baik, itu dibuktikan dengan adanya setiap pergantian pimpinan yang menjabat pada waktu itu selalu ada rakyat yang meninggal dengan cara tidak wajar (mati kabangan, red).
Disamping itu nama Dluwak ada yang berpendapat bahwa rakyatnya sering kedluwek-dluwek (istilah jawa) yang artinya kurang lebih hidupnya tidak tentram dengan dibuktikan sering rakyat yang meninggal dengan tidak wajar, yang kemudian pendapat tersebut diangkat dalam kesepakatan warga yang kemudian nama Dluwak diganti dengan nama Sidomulyo.
Namun tahun berganti tahun nama nama Sidomulyo kurang populer di kalangan masyarakat sendiri yang kembali ke nama sebelumnya yaitu nama Dluwak dan nama tersebut digunakan sampai sekarang sebagai Dusun Dluwak. Kira-kira pada tahun 1947 di era kepemimpinan Haji Mas’ud Mashud dengan adanya proses pemerintahan yang belum stabil karena pada masa perjuangan kemerdekaan, dengan adanya proses rekoba, H. Mas’ud Mashud yang pada waktu itu menjabat sebagai lurah yang diangkat oleh pemerintah RI pergi mengungsi, dan pada waktu itu terjadi kekosongan pemerintahan, maka pihak Belanda mengangkat pemimpin yang loyal kepada pemerintah Belanda yang bernama Harjo Kariman yang proses pengangkatannya tidak diketahui oleh masyarakat dan ia menjabat selama 2 (dua) tahun, dan setelah Belanda kalah Haji Mas’ud Mashud kembali dari pengungsiannya dan memimpin kembali Desa Jati.
Dibandingkan dengan desa-desa lain di Kecamatan Plantungan, Desa Jati memiliki luas wilayah yang cenderung kurang luas, berdasarkan cerita yang berkembang dan ditularkan dari waktu ke waktu hal ini dikarenakan pada jaman dahulu terdapat kelemahan warga masyarakat Desa Jati yang kurang giat dalam memasang batas wilayah/memasang patok sampai ke tanah Desa Jati. Karena kurang giat dan kurang beraninya warga Desa Jati memasang batas wilayah itulah akhirnya mendapatkan wilayah yang kurang luas.
Dengan wilayah yang kurang luas, namun wilayah Desa Jati cukup makmur yang dilandasi hasil pertanian padi sawah dan polowijo dengan hasil yang cukup baik, hasil pertanian Desa Jati masih bisa dilihat pada saat ini dimana masyarakat menjadikan penanam padi dan polowijo sebagai salah satu produk unggulan hasil pertanian wilayah Desa Jati meskipun masih ada tanaman lain jenis sayuran dan buah-buahan.
Seiring pergantian waktu telah terjadi pergantian pimpinan di Desa Jati dengan catatan sebagai berikut :
- Penatus s/d Tahun 1900
- Mertowijoyo Tahun +1900 s/d Tahun 1916
- Dawud Mertodiwiryo Tahun 1916 s/d 1928
- H. Abdul Chalim Tahun 1928 s/d Tahun 1945
- H. Mas’ud Mashud Tahun 1945 s/d Tahun 1969
- Mastur Tahun 1969 s/d Tahun 1989
- Masduki Tahun 1989 s/d Tahun 1990 (Pj Kepala Desa)
- Rochadi Tahun 1990 s/d Tahun 1998
- Zaeni Tahun 1998 s/d Tahun 2000 (Pj Kepala Desa)
- Rochadi Tahun 2000 s/d Tahun 2008
- Mokhlas Tahun 2008 s/d Tahun 2015
- Eko Supriyono. S.Ap Tahun 2015 s/d Tahun 2016 (Dari Pegawai Kecamatan)
- Mokhlas Tahun 2016 s/d Tahun 2022.
Keluarga
Almarhumah Hj. Khuzainiyah menikah dengan KH. Nur said yang merupakan pria Kelahiran Tahun 1922 dan dikaruniai 12 anak yaitu Nasihin, Nur Halimah (Istri KH. Mas’ud Abdul Qodir Pimpinan Pondok Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kendal), Siti Azizah, Muslikhah (wafat ketika masih kecil), Nastain, Sayidah (wafat ketika masih kecil), Istirokhah (wafat ketika masih kecil), Khumaidah (Istri H.Mahfudz Shodiq), Ahmad Khumaidi, Saifudin (domisili di Mesir), Asfiyah dan Mashuda (wafat ketika masih kecil).
Hj. Khuzainiyah setelah menikah dengan KH. Nur Said berdomisili di Dusun Kemloko Desa Mojoagung Kecamatan Plantungan Kabupaten Kendal.
Mendukung Perjuangan Putrinya
Setelah semua anak-anak beliau beranjak dewasa, Hj. Khuzainiyah dan KH. Nur Said selalu mendukung apapun keputusan dari putra-putrinya untuk memilih jalan hidupnya masing-masing salah satunya Nur Halimah yang dinikahi Mas’ud Abdul Qodir.
Kiai Asy’ari, adik ipar Mas’ud, ingat punya teman saat mondok di Mangkang Dondong, namanya Kiai Mustofa. Kiai Mustofa itu anak mantu dari Kiai Muhsin. Kiai Mustofa imam masjid dan tokoh masyarakat Dusun Kalioso (Mojoagung, Plantungan), sedangkan Kiai Muhsin imam Masjid dan tokoh masyarakat Dusun Kemloko (Mojoagung, Plantungan).
Kiai Muhsin dengan Abdul Qodir adalah kakak beradik yang berasal dari Desa Karanganyar (Kec. Plantungan), hanya saja silaturrahim sudah lama tidak tersambung.
Maka Kiai Asy’ari dan Kiai Mustofa berembug, mencari keluarga dekat yang mungkin bisa diajak besanan.
KH. Nur Said, adik ipar Kiai Muhsin, kebetulan anak gadisnya baru tamat SD. Maka pembicaraan berfokus pada Nur Halimah anak kedua KH. Nur Said dan Hj. Khuzainiyah ini.
Pada saat itu untuk menikahkan anak, cukup orang tuanya saja yang bermusyawarah, anak-anak tinggal mengikut pilihan orang tua.
Bulan Maulid jadwal tahunan Pondok Modern Gontor libur, anak santri dipulangkan dua minggu. Ketika Mas’ud pulang itulah acara pernikahan dilangsungkan.
Sepulang dari Gontor, KH. Mas’ud Abdul Qodir ditawari oleh KH. Nur Said dan Hj. Khuzainiyah untuk mendirikan Pondok Pesantren di Dusun Kemloko Desa Mojo Agung akan tetapi KH. Mas’ud Abdul Qodir lebih memilih untuk mengajar bahasa arab dirumah beliau selama satu tahun dan kemudian hijrah ke desa gondoharum untuk mendirikan pesantren dan dilanjutkan mendirikan Pesantren Darul Amanah di Dusun Kabunan Desa Ngadiwarno Kecamatan Sukorejo Kab. Kendal.
Berjuang bersama Pondok Pesantren Darul Amanah
Pada Awal Tahun 2000-an, Hj. Khuzainiyah dan KH. Nur Said pindah domisili di Pondok Pesantren Darul Amanah untuk ikut berjuang serta memberikan dukungan dan doa kepada putri (Hj. Nur Halimah) dan menantunya (KH. Mas’ud Abdul Qodir) dalam mengembangkan Pondok Pesantren.
Semasa hidup beliau selalu hidup sederhana, murah senyum dan gemar bersedekah kepada siapapun. Beberapa tamu yang berkunjung pasti akan dilayani dengan jamuan sebaik-baiknya, tak jarang beliau selalu membawakan oleh-oleh untuk sekedar sebagai buah tangan sebelum tamu itu pulang.
Sosok Hj. Khuzainiyah di mata putrinya Hj. Nur Halimah selalu gemar sedekah, meski tidak banyak tapi selalu memberikan kepada orang yang membutuhkan. Hj. Nur Halimah melihat sosok Ibu Hj. Khuzainiyah memberikan ilmu kehidupan yang luar biasa sehingga sampai saat ini Hj. Nur Halimah untuk senantiasa meniru atau mengamalkan kebiasaan dari Ibu Hj. Khuzainiyah.
Pada Rabu Pon Bulan Februari tahun 2014, KH. Nur Said Wafat dan dimakamkan di belakang Masjid Darunnajah Komplek Pondok Pesantren Darul Amanah.
Peran Ibu Hj. Khuziniyah dan KH. Nur Said terhadap perkembangan Pondok Pesantren Darul Amanah amatlah besar. Hj. Nur Halimah dan KH. Mas’ud Abdul Qodir selalu minta saran dan pendapat ketika ada hal yang sulit terpecahkan, Bahkan Ibu Hj. Khuzainiyah dan KH. Nur Said selalu memberikan dukungan moral dan materi untuk kemajuan Pondok Pesantren Darul Amanah.
Ibu Hj. Khuzainiyah Menghadap RabbNya
Tepat Pukul 07.30 Hj. Khuzainiyah pada tanggal 10 Dzulhijjah 1443 H/10 Juli 2022 bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha 1443 H beliau menghembuskan nafas terakhir di kediaman komplek Pondok Pesantren Darul Amanah.
Kepergian beliau merupakan kesedihan yang mendalam bagi keluarga besar Pondok Pesantren Darul Amanah terutama putri beliau Hj. Nur Halimah dan saudara lainya.
Almarhumah Hj. Khuzainiyah merupakan sosok ibu sekaligus teladan bagi anak-anaknya. Sejak kecil hingga mereka dewasa selalu mendapat perhatian yang luar biasa dari orang tua, setelah tahun 2014 kehilangan sosok sang ayah KH. Nur Said, kini harus ditinggal Ibunda tercinta.
Ibu Khuzainiyah sebelum wafat berpesan kepada anak-anaknya untuk selalu berjuang menegakan agama islam dan selalu mendoakan kedua orang tua ketika sudah tiada.
Jenazah Almarhumah Hj.Khuzainiyah dimakamkan bersanding dengan Suami tercinta Alm. KH. Nur Said dan Putri Beliau Almh. Hj. Khumaidah yang sebelumnya mendahuluinya di belakang masjid Darunnajah Komplek Pondok Pesantren Darul Amanah.
Semoga Amal Ibadah Alm. KH. Nur Said, Almh. Hj. Khuzainiyah, Almh. Ibu Khumaidah dan saudara lainya yang sudah wafat diterima disisi Allah SWT. Aamiin.