Direktur American University for Human Sciences, Syaikh Husam Al Bustani : Tuntutlah Ilmu Dengan Niat Mencari Ridho Allah dan Jagalah Kejujuran

Syaikh Hussam Al-Bustani adalah seorang warga Lebanon, tiba di Brazil pada bulan April 1993, bekerja di Pusat Promosi Islam di Amerika Latin, di kota São Bernardo do Campo, Brazil Tenggara.

Ia telah berada di berbagai institusi, di antaranya Sekolah Islam Brasil di lingkungan Vila Carrão, dan di Islamic Beneficent Society of São Miguel. Sejak tahun lalu, ia menjalankan sekolah Paraíso das Crianças, yang menawarkan taman kanak-kanak dan pra-sekolah, dan mencakup pengajaran bahasa Arab, Al-Quran, dan agama Islam.

Kini beliau menjabat sebagai Direktur di American University for Human Sciences (AUHS) yang merupakan adalah lembaga pendidikan non pemerintah di California, AS.

AUHS mengajarkan semua disiplin ilmu humaniora yang berbeda, dan juga menawarkan gelar associate, sarjana, master, dan doktor. Dalam pendidikannya menggunakan pembelajaran jarak jauh (Online), serta pendidikan kelas tradisional dalam bahasa Inggris dan Arab. Saat ini, AUHS memiliki beberapa cabang di negara-negara berikut: Turki, Negara-negara Teluk Arab, Lebanon, dan Somalia.

American University For Human Sciences menawarkan berbagai program gelar berkualitas tinggi seperti program Diploma (setara dengan Gelar Associate), program sarjana, dan pascasarjana.

Berikut Pointers Ceramah Syaikh Husam Al-Bustani di Pondok Pesantren Darul Amanah :

  1. Saya menasehati diri sendiri juga menasehati kita semuanya, tentang bagaimana kita menuntut ilmu yaitu pertama kali perbaiki niat. Untuk apa kita menuntut ilmu ? untuk apa kita datang ke pondok ini ? Tuntutlah ilmu untuk mendapatkan ridho Allah dan Kita menuntut ilmu dengan ikhlas, serta menuntut ilmu dengan tujuan akan mengamalkan ilmu yang dapat di pesantren ini.
  2. Jika kalian ingin menjadi orang yang sukses baik hari ini maupun hari yang kemudian, kalian harus memiliki rasa percaya diri dan jujur terhadap diri sendiri serta tidak boleh ada rasa mendzalimi diri apalagi kalian melakukan sesuatu bukan karena niat Allah.
  3. Kepada Bapak-Ibu guru, mempunyai peran besar yang bisa dilakukan untuk pendidikan anak-anak kita. Bapak-Ibu guru yaitu dengan bisa memberikan pendidikan keteladanan yaitu selalu melakukan teladan kepada santri, supaya anak-anak bisa melihat keteladanan dari guru.
  4. Seorang guru di dalam pendidikan haruslah memiliki jiwa dan ruh sebagai guru sehingga dia mendidik bukan karena apapun melainkan karena kebaikan anak-anaknya.
  5. Seorang guru pendidik atau guru harus menanamkan satu hal yang penting kepada anak didiknya kepada anak didiknya yaitu keutamaan untuk jujur.
  6. Ada sedikit cerita tentang kejujuran dari Imam Syafi’i :

Sejak kecil ibunda Imam Syafii yakni Fatimah selalu berpesan kepada anaknya agar selalu berkata jujur dalam kondisi apapun.

“Berjanjilah padaku anakku Syafii, bahwa kau akan terus menjadi anak yang jujur,” demikian pesan mulia ibunda Imam Syafii.

Seiring berjalannya waktu, pesan sang ibu masih tertanam kuat di hati Imam Syafii. Suatu hari, saat sedang melakukan perjalanan ke Madinah bersama rombongannya untuk belajar agama kepada Imam Malik. Akan tetapi, di tengah perjalanan Imam Syafii dihadang kawanan perampok.

Kawanan bandit itu lantas menanyai satu persatu rombongan Imam Syafii. Hingga akhirnya tibalah pada Imam Syafii yang ditanya oleh mereka. “Apa yang kamu punya?” tanya salah satu perampok.

Imam Syafii dengan polos mengaku membawa 400 dirham. Namun, sekelompok penyamun itu tidak percaya karena penampilan Imam Syafii begitu sederhana. Bahkan Imam Syafii dianggap hanya mengolok-olok mereka.

Imam Syafii lantas disuruh mengeluarkan uang yang ia bawa. Sang alim pun langsung mengeluarkan uang 400 dirham itu dari saku pakaiannya.

Maka terkejutlah kawanan perampok itu. Seraya menerima 400 dirham dari tangan Imam Syafii, pimpinan perampok itu lalu bertanya: “Kenapa kau begitu jujur kepadaku padahal kau tahu kami akan mengambil hartamu,” tanya si perampok.

“Saya jujur kepadamu karena saya telah berjanji kepada ibuku untuk selalu berkata jujur,” jawab Imam Syafii.

Setelah mendengar jawaban Imam Syafii itu, hati sang perampok itu bergetar karena hidayah Allah.

Kawanan bandit itu merasa malu lantaran meski tak ada sang ibu di sampingnya namun Syafii kecil tetap menepati janji mulia itu. Sementara dirinya telah berlaku zalim kepada Imam Syafii dan rombongannya yang hendak menuntut ilmu.

“Sang perampok lalu tertunduk dan bertobat saat itu juga di hadapan Imam Syafii. Itulah buah dari kejujuran seorang alim yang tetap berkata jujur dalam kondisi apapun,”

  1. Jagalah kejujuran anak-anakku, karena kejujuran membawa kita kepada kemenangan dan membawa kepada keberkahan, tapi hati-hati dengan kebohongan karena dengan berbohong akan membawa kepada kehancuran.