ARTIKEL

Menjadi Pemimpin Berjiwa Luhur: OSDA Gelar Training Inspiratif Bersama Bu Nyai Zulfatulkhoiroh

Posted by admin
02/05/2025 | 10:28 WIB

Darul Amanah, Rabu 30 April 2025 – Suasana penuh antusias dan semangat belajar memenuhi aula pertemuan saat Organisasi Santri Darul Amanah (OSDA) menggelar Training Manager bertema “The Art of Leadership”, Ahad lalu. Kegiatan ini menjadi momen istimewa karena menghadirkan sosok inspiratif, Bu Nyai Zulfatulkhoiroh, yang dikenal luas sebagai pendidik dan tokoh perempuan pesantren.

Sejak awal penyampaian materi, para peserta tampak terpukau oleh gaya penyampaian Bu Nyai yang lugas namun penuh kelembutan. Dalam materinya, beliau mengajak para santri memahami bahwa kepemimpinan bukan sekadar jabatan, melainkan seni merawat amanah dan membimbing dengan hati.

Beliau mengungkapkan Untuk menjadi pemimpin yang berwibawa, tidak cukup hanya dengan memiliki posisi atau jabatan. Wibawa sejati lahir dari keteladanan dan integritas pribadi. Seorang pemimpin yang ingin didengar ketika berbicara, dan ditaati ketika memberi nasihat, harus memulai dari memperbaiki dirinya sendiri terlebih dahulu. Inilah pondasi utama dalam seni kepemimpinan.

  1. Menjadikan diri benar terlebih dahulu
    Sebelum memimpin orang lain, pemimpin harus mampu memimpin dirinya sendiri. Ia harus berusaha memperbaiki akhlak, menjaga ucapan, bersikap adil, dan bertanggung jawab. Ketika pemimpin menunjukkan konsistensi antara ucapan dan perbuatan, maka secara otomatis kepercayaan dan wibawa akan tumbuh di mata anggotanya. Pemimpin yang jujur dan disiplin akan lebih mudah dihormati dan ditaati.
  2. Memiliki rasa syukur
    Pemimpin yang bersyukur akan menjalankan amanah dengan hati yang lapang. Ia tidak mudah mengeluh, tidak merasa terbebani, dan justru melihat tanggung jawabnya sebagai bentuk kepercayaan dan kesempatan untuk berbuat kebaikan. Syukur menjadikan hati tenang, dan ketenangan itulah yang memancar sebagai wibawa dalam memimpin.
  3. Berhusnudzan
    Sikap husnudzan membuat pemimpin tidak mudah curiga, tidak cepat marah, dan selalu mencari sisi positif dari situasi maupun dari orang-orang yang dipimpinnya. Dengan husnudzan, pemimpin membangun hubungan yang sehat dan harmonis dalam organisasi, menciptakan suasana saling percaya, dan menjauhkan konflik yang tidak perlu. Pemimpin yang berbaik sangka juga lebih disegani karena memiliki ketenangan dan kematangan emosional.
  4. Menetapkan niat yang lurus
    Ketika seseorang berniat menjadi pemimpin untuk memberi manfaat, bukan sekadar mencari status, maka kepemimpinannya akan penuh makna. Niat yang lurus menjadikan setiap tindakan terasa lebih ringan, lebih ikhlas, dan lebih bertanggung jawab. Terlebih jika masa kepemimpinannya hanya satu periode, misalnya satu tahun—waktu yang singkat ini harus diisi dengan kontribusi yang berbobot. Dengan niat yang tulus, setiap program, nasihat, dan keputusan akan mengarah pada kemaslahatan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi.

Kegiatan ini tidak hanya diisi dengan ceramah, tetapi juga dialog interaktif, studi kasus, dan latihan memimpin kelompok kecil. Banyak peserta merasa bahwa sesi ini membuka cakrawala baru tentang bagaimana seharusnya seorang santri bersikap ketika dipercaya memegang tanggung jawab.

Salah satu peserta, Nur Azizah, menyampaikan kesannya, “Bu Nyai memberikan pandangan yang berbeda. Saya jadi sadar bahwa menjadi pemimpin bukan hanya tentang mengatur, tapi juga membina dan membentuk tim dengan cinta dan kesabaran.”

Training ini menjadi ruang refleksi bagi seluruh pengurus OSDA untuk memperbaiki cara kerja mereka, memperkuat komunikasi dalam tim, dan lebih sadar akan pentingnya akhlak dalam kepemimpinan. Suasana yang hangat, materi yang menyentuh, dan bimbingan yang membumi menjadikan kegiatan ini bukan hanya pelatihan, tapi juga perjalanan batin.

Dengan semangat yang diperbarui, OSDA siap melangkah lebih mantap dalam menjalankan tugas-tugas organisasi ke depan, membawa nilai-nilai leadership yang bukan hanya kuat secara struktur, tapi juga luhur secara jiwa.

ARTIKEL TERKAIT