ARTIKEL
Kajian Kitab Tanbih Al Ghofilin : ‘Mengenal Ikhlas’ – Ustadz Fadzlurrahman, S.Pd
الانسان محل الخطاء و النسيان
“Manusia adalah tempatnya salah dan lupa”
Berangkat dari situ kita bisa memahami bahwa hakikat manusia adalah mudah lupa dan mudah lalai dan mudah dihasut oleh syeitan. Oleh karenanya saya mengajak ustadz-uztadzah serta santri sekalian untuk mempelajari kitab Tanbih Al Ghafilin yang merupakan salah satu karya dari Syeikh Nashr bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandy.
Pada bab yang pertama ini, kita akan belajar mengenai ikhlas. Sebelum lebih dalam, hendaknya kita berkenalan terlebih dahulu dengan ikhlas itu sendiri. Apa ikhlas itu ?
Sahabat Abu Usman mendefinisikan ikhlas sebagai berikut :
الْاِخْلَاصُ هُوَ نِسْيَانُ رُئْيَةِ الْخَلْقِ بِدَوَامِ النَّظْرِ اِلَى الْخَالِقِ
“Ikhlas adalah melupakan terhadap pandangan makhluk dengan mendawamkan pandangan kita kepada Allah SWT”
Jadi menurut Sahabat Abu Usman, ikhlas itu adalah ketika kita sudah tidak memperdulikan lagi tentang pendapat manusia ataupun makhluk lain. Tapi pandangan kita tentang apa yang kita kerjakan hanya tertuju kepada Allah SWT semata.
Dalam bab ikhlas, muallif menuliskan salah satu hadits Nabi SAW di bagian awal :
اَنَّ النَّبِيَّ ص.م. قَالَ : اَخْوَفُ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْاَصْغَرِ قَالُوْ مَا هُوَ الشِّرْكُ الْاَصْغَرِ قَالَ الرِّيَاءُ
“Sesungguhnya Nabi SAW bersabda : perkara yang paling ditakuti yang akku takutkan pada kalian adalah syirik kecil. Bertanya para sahabat : ‘apa iu syirik kecil’ Nabi menjawab : ‘riya’”
Hadits ini memiliki keterkaitan yang kuat dengan ikhlas. Terlebih jika kita padankan dengan pengertian ikhlas yang saya paparkan sebelumnya. Sebagaimana kita tahu bahwa riya’ adalah perbuatan pamer. Atau perbuatan yang selalu menunjukkan kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan. Dalam artian, orang yang riya’ selalu ingin dipuji dan selalu ingin terlihat baik di hadapan manusia dan makhluk Allah.
Perbuatan seperti ini sangat berpunggungan dengan ikhlas. Ikhlas tidak pernah memperdulikan pandangan ataupun pendapat makhluk mengenai perbuatannya, sedang riya’ justru sebaliknya, sangat haus dengan pandangan makhluk.
Dalam pengertian lain disebutkan :
الْمُخْلِصُ هُوَ مَنْ يَكْتُمُ الْحَسَنَةِ كَمَا يَكْتُمُ السَّيِّئَةِ
“Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukanya”
Jadi, orang yang benar-benar ikhlas tidak akan memberitakan apa-apa kebaikan yang pernah ia lakukan. Bukan justru kemudian menampakkan kebaikan di hadapan orang lain.
Lalu, apakah kita sama sekali tidak boleh terlihat orang lain ketika melakukan kebaikan ?
Kedengaranya hampir mustahil. Tapi, point pentingnya adalah ketika kita melakukan sebuah kebaikan, jangan sampai muncul di dalam hati kita rasa ingin dipuji orang lain, atau rasa bahwa diri kita lebih baik daripada orang lain. Namun, justru yang harus dimunculkan adalah rasa bahwa diri kita adalah makhluk yang dhoif, tidak pantas untuk dipuji oleh makhluk Allah.
Rasa ingin dipuji atau riya’ seperti ini adalah bujuk rayu syeitan untuk melebur pahala atas amal kebaikan yang telah kita lakukan. Jadi sebanyak apapun kebaikan yang kita lakukan, jika di dalamnya ada rasa ingin dipuji atau riya’ maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah SWT.
Memanglah ikhlas menjadi sebuah hal yang sangat mudah untuk diucapkan, namun sangat sulit untuk dikerjakan. Sebab iblis begitu lihai dan melakukan segala cara dalam membolak-balikkan hati manusia yang hendak berbuat baik sehingga berbuat buruk.
Fadhilah Ikhlas
Begitu sulit ikhlas untuk dilaksanakan. Namun demikian, ikhlas juga memiliki fadhilah yang sangat luar biasa. Dalam salah satu haditsnya Nabi menjelaskan :
وَمَا مِنْ عَبْدٍ يُخْلِصُ لِلهِ الْعَمَلَ اَرْبَعيْنَ يَوْمًا الَّا ظَهَرَتْ يَنَابِيْعُ الْحِكْمَةِ مِنْ قَلْبِهِ عَلَى لِسَانِهِ
“Dan tidak ada satupun dari seorang hamba yang memurnikan amal perbuatannya hanya untuk Allah selama 40 hari, keculai akan nampak sumber-sumber hikmah dari dalam hatinya kepada lisannya”
Jadi, seorang hamba yang bisa melakukan amal secara ikhlas dan istiqomah selama 40 hari, maka akan kebaikan-kebaikan dari dalam dirinya. Sehingga ia semakin jauh dari perkara-perkara yang buruk ataupun maksiat.
Kemudian, amal sekecil apapun akan mendapat ganjaran dari Allah SWT jika dikerjakan dengan ikhlas. sebaliknya sebanyak apapun amal, tapi tidak dikerjakan dengan ikhlas maka tidak akan mendapat ganjaran dari Allah SWT.
Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah berkata :
لَا يَهْتَمُّ بِقِلَّةِ الْعَمَلِ وَاهْتَمُّ بِقَبُوْلِهِ
“Tidak penting sedikitnya amal, yang terpenting adalah diterimanya amal”
Nabi Muhammad SAW bersabda :
مَنْ خَلَصَتْ نِيَتُهُ كَفَاهُ اللهُ تَعَالَى مَا بَيْنَهُ وَ بَيْنَ النَّاسِ
“Barangsiapa yang ikhlas niatnya maka Allah akan mencukupkan kebutuhan orang tersebut”
Sampai di sini kita semakin paham bahwa betapa luar biasanya fadhilah dari Ikhlas. oleh sebab itu, mari kita membiasakan diri untuk senantiasa tawadhu’ dan tidak merasa diri lebih baik dari orang lain, sehingga bisa berbuat baik dengan ikhlas lillahi ta’ala.