Kajian Kitab Safinatunnaja : 8 Syarat Sah Shalat – Ustadzah Sofya Kusela & Ustadzah Nur Umi W.

santri putri pondok pesantren Darul Amanah saat pelaksanaan Shalat jamaah

            Shalat adalah tiang agama. Menjadi begitu penting sebab shalat juga menjadi patokan perhitungan amal di akhirat kelak. Selain itu, shalat juga merupakan rukun islam yang kedua setelah syahadat. Jadi keabsahan shalat adalah mutlak.

Agar shalat kita diterima oleh Allah SWT. Maka perlu untuk diperhatikan syarat-syarat serta rukunnya. Dalam kitab Safinatunnajah, dijelaskan ada delapan syarat yang harus dipenuhi agar shalat bisa dikatakan sah.

فصل – شروط الصلاة ثمانية طهارة الحدثين والطهارة عن النجاسة في الثوب و البدن و المكان وستر العورة و استقبال القبلة و دخول الوقت و العلم بفرضيتها و ان لا يعتقد فرضا من فروضها  سنة و اجتناب المبطلات

Dalam maqalah tersebut dijelaskan bahwa syarat-syarat shalat ada delapan yang meliputi :

  1. Suci dari 2 Hadats

Setiap orang yang hendak melaksanakan shalat hendaknya bersuci, terutama dari dua hadats, yaitu hadats besar (dengan cara mandi besar) dan hadats kecil (dengan cara berwudlu).

Kebiasaan yang sudah lumrah sebelum shalat adalah berwudlu, namun perlu diperhatikan jika kita memiliki hadats besar sebab, ihtilam, jima’, atau baru suci dari haidl, maka hendaklah kita mandi wajib terlebih dahulu untuk mensucikan diri dari hadats besar. Sebab tidak akan menjadi sah shalat jika hanya suci dari salah satu hadats saja.

  1. Suci dari najis

Selanjutnya, sebelum melaksanakan shalat pastikan juga kita suci dari najis apapun, baik mukhaffafah, mutawassithah, ataupun mughaladzah.

Yang perlu diperhatikan addalah sucinya dari najis ini tidak terbatas hanya pada badan saja, namun juga pakaian, serta tempat shalat kita.

  1. Menutup aurat

Yang ketiga, dalam melaksanakan shalat, wajib hukumnya bagi kita untuk menutu aurat. Baik itu laki-laki maupun perempuan. Dalam keterangannya, aurat dibagi menjadi 4. Yaitu sebagai berikut :

العورات اربع عورة الرجل مطلقا و الامة في الصلاة ما بين السرة و الركبة و عورة الحرة في الصلاة جميع بدنها  ما سوى الوجه و الكفين وعورة الحرة و الامة عند الاجانب جميع البدن و عند محارمها و النساء ما بين السرة و الركبة

Sesuai dengan maqalah yang dinukil dari kitab safinatunnajah tersebut, pembagian aurat adalah :

  1. Aurat laki-laki secara muthlaq dan budak perempuat di dalam shalat adalah antara pusar dan lutut
  2. Aurat perempuan merdeka dalam shalat adalah seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan
  3. Aurat perempuan merdeka dan budak perempuan ketika di hadapan selain mahramnya adalah seluruh badan
  4. Aurat perempuan merdeka dan budak perempuan ketika di hadapan mahram dan perempuan lainnya adalah antara pusar dan lutut
  5. Menghadap kiblat

Syarat yang keempat adalah harus menghadap kiblat. Sebagaimana yang dilakukan pula oleh Nabi SAW sebagai pedoman pelaksanaan shalat kita. Maka tidak bisa sah orang yang shalat tanpa menghadap kiblat.

  1. Sudah masuk waktu shalat

Shalat fardhu dalam islam yang berjumlah lima sudah dibagi sesuai waktunya masing-masing. Sehingga tidak bisa seseorang melaksanakan shalat fardhu di sembarang waktu.

Tidak sah orang yang melaksanakan shalat ashar, sedang dia masih berada dalam waktu shalat dzuhur. Atau melaksanakan shalat maghrib sedang matahari belum juga terbenam. Begitu seterusnya.

  1. Mengetahui fardhunya shalat

Penting untuk dipelajari, bahwa dalam shalat ada fardhu-fardhu yang harus dikerjakan. Jika ada fardhu yang tidak dikerjakan maka tidak akan sah shalatnya. Sehingga mengetahui fardhunya shalat juga menjadi syarat sahnya shalat. Sebab secara nalar kita, bagaimana bisa dia melaksanakan shalat sedang fardhunya saja tidak tahu.

  1. Tidak meyakini fardhu shalat sebagai sunnah

Yang ketujuh, setelah kita tahu fardhu-fardhunya shalat, maka wajib bagi kita untuk meyakininya sebagai fardhu dan wajib kita kerjakan. Tidak boleh untuk kita anggap sunnah sehingga kita bisa meninggalkannya atau tidak melaksanakannya.

Semua harus dikerjakan dan diyakini sesuai dengan pembagiannya masing-masing, yang sunnah tetap dikerjakan sebagai sunnah, dan yang fardhu harus dikerjakan dan diyakini sebagai fardhu.

  1. Meninggalkan perkara yang bisa membatalkan shalat

Yang terakhir atau yang kedelapan adalah meninggalkan perkara-perkara yang membatalkan shalat. Jelas tentunya jika shalat kita batal maka tidak sah lah shalat kita.