FAI Unissula dan Ponpes Darul Amanah Gelar Seminar Menyikapi Perbedaan Penetapan Awal Bulan Hijriah di Indonesia dengan Metode Sains dan Rukyat.

KENDAL – Fakultas Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung Semarang bersama Pondok Pesantren Darul Amanah menggelar seminar tema “Menyikapi Perbedaan Penetapan Awal Bulan Hijriah di Indonesia dengan Metode Sains dan Rukyat” di Gedung Baru Pondok Pesantren Darul Amanah. Sabtu, 17 Februari 2024.

Kegiatan ini menghadirkan Dr. Muchamad Coirun Nizar, S.H.I., S.Hum., M.H.I selaku Kepala Jurusan Syariah Unissula bersama tim dan diikuti Kepala Sekolah MA Darul Amanah Zainur Rofiqin, S.Pd serta segenap santri kelas XII MA Darul Amanah.

Kegiatan ini bertujuan memberikan wawasan dan pengetahuan kepada santri bagaimana menyikapi Perbedaan Penetapan Awal Bulan Hijriah di Indonesia dengan Metode Sains dan Rukyat.

Pada awal pemaparanya Dr. Muchamad Coirun Nizar, S.H.I., S.Hum., M.H.I menyampaikan, “Terdapat dua metode penetapan awal bulan dalam Islam. Pertama metode hisab, yang didasarkan pada ilmu falak dan astronomi. Kedua, ilmu rukyat melalui pemantauan atau observasi langsung datangnya awal bulan dengan menggunakan teknologi berupa teropong canggih dan sistem komputer”.

“Pengetahuan hisab rukyat diharapkan dapat meminimalisir perbedaan pendapat khilafiyah saat menentukan masuknya awal bulan dalam Islam, terutama saat penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal”, lanjutnya.

Beliau menambahkan, “Permasalahan hisab rukyat merupakan bagian dari persoalan ubudiyah umat Islam yang sangat terkait dengan ilmu astronomi. Metode hisab merupakan formulasi perhitungan secara matematis dan astronomis yang berfungsi untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah, selain itu juga digunakan untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi”.

Selesai pemaparan materi, para santri diajak keluar ruangan untuk mempraktekan langsung dengan menggunakan teropong yang biasa dipakai untuk melihat rukyatul hilal.

“Adapun metode rukyat adalah suatu metode yang bersumber dari adanya aktivitas mengamati (melihat) hilal setelah terjadinya ijtima, baik dengan menggunakan mata langsung maupun dengan bantuan alat bantu visual”, pungkas Dr. Muchamad Coirun Nizar, S.H.I., S.Hum., M.H.I.